UPACARA ADAT MAPPACCI
Susunan Acara :
1. Pembukaan oleh Pembawa Acara
2. Pembacaan Ayat Suci Al-Quran
(kalau ada)
3. Sambutan (kalau ada)
4. Sekelumit kata pengantar
mengenai pelaksanaan Mappacci (bagi yang bisa)
5. Pelaksanaan Mappacci yang
disertai penjelasan tentang makna simbul/tafaul/sennu-sennuang yang terkandung
apada semua kelengkapan yang ada
6. Penutup/istirahat
Kegiatan di atas sebagai salah
satu contoh ( sesuai situasi dan kondisi)
PAPPATARAKKA
(Calon Pengantin
diundang menuju pelaminan)
ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI
WABARAKATUH
1. PATARAKKANI MAI BELOTUDANGENG. NARIPATUDANG SIYAPI SIYATA TAUWWE
SILELE UTTU PATUDANGENG
2. PADATTUDANG MAPPACCI SILEWO’-LEWO’. RIWENNI TUDANGPENNINNA KUWARITU.
PACCINGIWI SIYA BELOTUDANGENG
3. NARIPATAJANNA MAI BELOTUDANGENG. NARIPADDIRATE COKKONG RILAMMING
LAKKO ULAWENG
I. URAIAN TENTANG MAPPACCI
- Upacara adat Mappacci dilaksanakan pada acara
Tudang Mpenni, menjelang pelaksanaan akad nikah / Ijab Kabul esok harinya. Di
Makassar disebut Amata Korontigi (Akkorontigi) di Bulukukma / Sinjai disebut
Mappanreade.
- Upacara mappacci adalah salah satu upacara
adat bugis, yang dalam pelaksanaannya menggunakan / memakai daun pacar (dau
pacci).
- Pacci adalah salah satu jenis tumbuhan yang
dalam bahasa Indonesia disebut tumbuhan pacar dan dalam bahasa latin disebut
Lawsania Alba. Daun pacci yang ditumbuk halus / dilumatkan sampai halus disebut
pacci dikaitkan dengan kata “PACCING” dalam bahasa bugis disebut suci / bersih.
- Dengan demikian pelaksanaan upacara mappacci
mengandung makna / symbol akan kebersihan atau kesucian.
- Sebagaimana yang tertera dalam ungkapan bahasa
bugis yang mengatakan Mappacci iyyanaritu : gauk ripakkeonroi nallari adek,
Mancaji gauk mabbiasa, tampuk sennu-sennuang ri niak akkatta madeceng mamuarei
naletei pammase Dewata.
- Yang sangat diharapkan :
1. Utamanya kesucian hati Calon
Mempelai menghadapi hari esok, memasuki bahtera rumah tangga, melepas masa
gadisnya dan masa remajanya (masa lajangnya).
2. Pacci, apabila ditempelkan pada
kuku, maka akan member warna merah pada kuku dan sangat sukar / sulit
menghilangkannya. Pewarnaan kuku menjadi merah dan sukar dihilangkan ini
ditarik seatu perlambang dan harapan, semoga pernikahan nanti akan berlangsung
dengan langgeng, menyatu antara keduanya, kekal bahagia seumur-umurnya, laksana
merah ronanya serta lengketnya warna merah “Pacci” tadi.
3. Malam mappacci ini merupakan
acara hidmat, penuh doa dan restu dari para hadirin, handai tolan, keluarga dan
para sesepuh atau sinisepuh. Semoga doa restu para hadirin dapat mengukur
kebahagiaan kedua pasang suami istri kelak dalam membinah rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahma. Yaitu
rumah tangga yang bahagia, penuh rasa cinta dan kasih saying, sebagaimana sabda
Nabi Muhammad SAW “Baetti Jannati” yang artinya “Rumahku adalah Surgaku”.
4. Untuk melaksanakan “Mappacci”
akan melibatkan pasangan sesepuh sebanyak 9 (Sembilan) pasang. Dalam bahasa
Bugis disebut “Duakkesera” maksudnya Sembilan orang dari keluarga Ayah, sudah
termasuk ayah sendiri, dan Sembilan dari keluarga ibu termasuk ibu sendiri.
Adapun yang lainnya, tidak termasuk dalam “Duakkasera”. Kesembilan pasang dari
Pinisepuh, diharapkan dapat menitiskan atau mewariskan suri tauladan dan nasib
baiknya kepada calon mempelai. Selain “Daukkasera” biasa juga sebanyak
“Duappitu”. Maksudnya tujuh dari ayah dan tujuh dari ibu
III. MAKNA, SIMBOLIS TAFAUL ATAU
SENNU’ SENNUANG YANG TERKANDUNG DALAM PERLENGKAPAN ATAU PERANGKAT YANG ADA :
1. Bantal (Angkangulung)
a. Bantal terbuat dari kapas dan
kapuk, suatu perlambang “kemakmuran” dalam bahasa bugis disebut “Asalewangeng”.
b. Bantal sebagai pengalas kepala,
dimana kepala adalah bagian paling mulia bagi manusia. Dengan demikian bantal
melambangkan kehormatan, kemuliaan atau martabat. Dalam bahasa bugis disebut
“Alebbireng”. Dengan demikian diharapkan calon mempelai senantiasa menjaga
harkat dan martabatnya dan saling hormat menghormati. Dalam bahasa bugis
“Nalitutui alebbirenna nennia maccai mappakaraja/ mappakkalebbi
2. Sarung 7 lembar (Lipa’ pitullampa)
a. Sarung sebagai penutup tubuh.
Tentunya kita akan merasa malu apabila tubuh kita tidak tertutup / telanjang.
Dalam bahasa bugis disebut “Mabbelang / mallosu-losu”. Dengan demikian
diartikan sebagai harga diri (merasa malu). Dalam bahasa bugis disebut “Masiri
/ malongko” sehingga diharapkan agar calon mempelai senantiasa menjaga harga
dirinya. Dalam bahasa bugis “Sini nalitutuwi sirina”.
b. Membuat sarung (mattennung)
memerlukan keterampilan, ketelatenan, dan ketekunan, untuk mendapatkan hasil
tenunan yang rapi dan halus. Konon, bila seorang pria akan mencari / memilih
calon istri, takperlu melihat sang gadis tersebut, tapi cukup melihat hasil
tenunannya, rapi/ halus tidaknya tenunan tersebut, cukup menentukan jatuhnya
pilihan.
c. Sedang sebanyak 7 lembar
tersebut, dalam bahasa bugis kata tujuh erat kaitannya dengan kata patuju /
tujui yang artinya benar, berguna, atau manfaat. Sehingga diharapkan agar calon
mempelai senantiasa berbuat, melakukan atau mengerjakan sesuatu yang benar,
berguna atau bermanfaat. Selalu benar, sini-tujui. Adapun bilangan 7, yang
dalam bahasa bugis dikatakan “Pitu”, bermakna akan jumlah atau banyaknya hari
yang ada. Dimana tanggung jawab dan kewajiban timbale balik antara suami dan
istri harus dipenuhi setiap harinya.
3. Pucuk daun pisang (colli’ daung
utti)
Kita mengetahui, bahwa daun pisang yang tua, belum kering, sudah
muncul pula daun mudanya untuk meneruskan kehidupannya dalam bahasa bugis
disebut “Maccoli-maddaung”. Melambangkan kehidupan sambung menyambung (berkesinambungan).
Artinya jangan berhenti berupaya, berusaha keras demi mendapatkan hasil yang
diharapkan. Sebagaimana kehidupan pisang, nanti berhenti berpucuk setelah sudah
berubah. Dalam falsafah bugis, mengatakan “Resopa natemmangingngi”. Malomo nalompengi,
Pammase Dewata.
4. Daun Nangka (Daun Panasa)
a. Kata “Panasa” mirip dengan kata
“Menasa” yang berarti “Cita-cita lhur” pelambang doa dan harapan mulia. Dalam
bahasa Bugis disebut “Mammenasa ri Decengnge’ artinya senantiasa bercita-cita
akan kebaijan atau kebajikan.
b. Sedang “Bunganya Nangka”
disebut ‘Lempu” dikaitakan dengan kata “Lempuu”(dalam bahasa Bugis) yang artinya kejujuran dan dipercaya.
Sebagaimana salah satu ungkapan atau syair Bugis, yakni : DUAMI RIALA SAPPO,
UNGANNA PANASAE, BELO KANUKUE artinya hanya ada dua yang menjadi perisai hidup
dalam kehidupan dunia yang fana ini, yaitu UNGANNA PANASAE (Lempu) yakni
kejujuran,dan BELO KANUAKUE (Paccing) yang
artinya kebersihan atau kesucian. Dengan demikian diharapkan kiranya calon mempelai
memiliki kejujuran dan kebersihan atau kesucian.. Apabila Sarung tujuh lembar,
maka daun Nangka sebanya Sembilan lembar. Adapun arti sembilan lembar yaitu
semangat hidup atau kemenangan. Dalam bahasa Bugis disebut TEPUI, PENNOI ATAU
MAGGENDINGNGI. Dalam arti kata rejekinya melimpah ruah atau TASSERA-SERAI
DALLE’ HALLALA’NA
5. JAGUNG MELATI/BERAS
MELATI/BERTI (WNNO ATAU BENNO)
Yaitu jagung / beras yang digoreng/disangrai hingga mekar
berkembang dengan baik. Dalam bahasa Bugis disebut PENNO RIALE artinya mekar
dengan sendirinya. Sehingga diharapkan agar calon mempelai dapat mandiri dalam
membina rumah tangga.
6. LILIN / (TAIBANI/PATTI)
Taibani atau Patti berasal dari lebah yang dijadikan lilin sebagi
suluh atau pelita yang dapat menerangi kegelapan yang berarti panutan atau
teladan. Sehingga diharapkan calon mempelai dapat menjadi penerang, penuntun,
suriteladan dalam kehidupan bermasyarakat. LEBAH yaitu senantiasa hidup rukun,
tenteram, damai, rajin dan tidak saling mengganggu satu sama lain. Selain
daripada itu lebah menghasilkan suatu obat yang sangat berguna bagi manusia
yaitu “Madu” dalam bahasa Bugis disebut “CANI’ yang dikaitkan dengan kata
‘Cenning” yang artinya manis. Sehingga diharapkan agar calon mempelai
senantiasa memiliki hati yang manis, sifat,prilaku dan tutur kata yang manis
untuk menjalin kebersamaan dan keharmonisan.
7.TEMPAT PACCI / Wadah yang terbuat dari Logam (CAPPARU’ BEKKENG)
Antara CAPPARU’ dan PACCI melambangkan dua insane yang menyatu
dalam suatu ikatan atau jalinan yang kukuh. Semoga pasangan suami isteri tetap
menyatu, bersama mereguk nikmatnya cinta dan kasih saying yang sudah dijalin
oleh dua rumpun keluarga.
IV. PENUTUP
Hadirin yang kami Hormati
Demikian sekelumit makna, symbol, tafaul atau sennu-sennuang yang terkandung
dalam Upacara Adat Mappacci. Semoga doa restu para hadirin dapat mengantar
pasangan suami isteri dalam kehidupan yang bahagia, sejahtera, aman dan damai
dalam keluarga yang sakinah mawaddah warahmah
Akhirnya : COKKONG MUA MENASAE, NAKKELO DEWATA SEUWWAE NAIYYA
MADDUPA.. Artinya berpucuk jua, harapan, kehendak Tuhan jualah yang berlaku
maka itulah yang menjadi kenyataan.
Cukup sekian mohon maaf atas segala kekurangan dan terima kasih
atas perhatiannya.
Wabillahi Taufiq Walhidayah
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar